Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-93/PJ/2010
![]() |
||||||
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA | ||||||
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK | ||||||
Yth. |
1. Kepala Kantor Wilayah DJP; 2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak; di seluruh Indonesia |
|||||
SURAT EDARAN | ||||||
NOMOR SE-93/PJ/2010 | ||||||
TENTANG | ||||||
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.03/2010 TENTANG PENENTUAN KEMBALI BESARNYA PENGHASILAN YANG DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI DARI PEMBERI KERJA YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA DENGAN PERUSAHAAN LAIN YANG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA | ||||||
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 139/PMK.03/2010 tanggal 11 Agustus 2010 tentang Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan yang Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dari Pemberi Kerja yang Memiliki Hubungan Istimewa dengan Perusahaan Lain yang Tidak Didirikan dan Tidak Bertempat Kedudukan di Indonesia, bersama ini disampaikan fotokopi Peraturan Menteri Keuangan dimaksud. | ||||||
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: | ||||||
1. | Ketentuan PMK tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3d) dan ayat (3e) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008. | |||||
2. | Ketentuan PMK tersebut menjadi dasar pelaksanaan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan kembali penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa dari pemberi kerja yang memiliki Hubungan Istimewa dengan perusahaan di luar negeri. Kewenangan tersebut dilaksanakan dalam hal: | |||||
a. | pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut dalam bentuk pembebanan biaya atau pembayaran pengeluaran lainnya kepada perusahaan di luar negeri; | |||||
b. | Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut juga merupakan pegawai perusahaan di luar negeri yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pemberi kerja. | |||||
3. | Bentuk pengalihan penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf (a) antara lain berupa pembebanan biaya atau pengeluaran sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, atau jasa lainnya. | |||||
4. | Direktorat Jenderal Pajak memperhatikan tingkat penghasilan yang wajar dalam menetapkan kembali besarnya penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa dari pemberi kerja yang memiliki Hubungan Istimewa dengan perusahaan di luar negeri. | |||||
5. | Besarnya selisih atas jumlah penghasilan yang ditetapkan kembali tidak boleh melebihi jumlah biaya atau pengeluaran lain yang dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kepada perusahaan di luar negeri yang terdapat Hubungan Istimewa tersebut. | |||||
6. | Jumlah penghasilan yang telah ditetapkan kembali tersebut menjadi dasar perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan. | |||||
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. | ||||||
|
||||||
Tembusan: 1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Direktur dan Tenaga pengkaji di lingkungan DJP; 3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan. | ||||||