Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 79 TAHUN 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama;
- bahwa dalam pelaksanaan kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a, modal yang ditanggung oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap merupakan biaya operasi yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada saat kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi menghasilkan produksi komersial;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 D Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keernpat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
- Minyak bumi, gas bumi, minyak dan gas bumi, eksplorasi, eksploitasi, kontrak kerja sama, Badan Pelaksana, wilayah kerja, wilayah hukum pertarnbangan Indonesia, dan kegiatan usaha hulu adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
- Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana.
- Operator adalah kontraktor atau dalam hal kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest, salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating interest lainnya sesuai dengan kontrak kerja sama.
- Operasi perminyakan adalah kegiatan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan, penutupan dan peninggalan sumur (plug and abandonment) serta pemulihan bekas penambangan (site restoration) minyak dan gas bumi.
- Lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point).
- First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh Badan Pelaksana dan/atau kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).
- Investment Credit yang selanjutnya disebut insentif investasi adalah tambahan pengembalian biaya modal dalam jumlah tertentu, yang berkaitan langsung dengan fasilitas produksi, yang diberikan sebagai insentif untuk pengembangan lapangan minyak dan/atau gas bumi tertentu.
- Equity to be Split adalah hasil produksi yang tersedia untuk dibagi (lifting) antara Badan Pelaksana dan kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jika ada) , dan pengembalian biaya operasi.
- Biaya bukan modal (non capital cost) adalah biaya yang dikeluarkan pada kegiatan operasi tahun berjalan yang rnempunyai masa manfaat kurang dari 1 (satu) tahun, termasuk survei dan intangible drilling cost.
- Biaya modal (capital cost) adalah pengeluaran yang dilakukan untuk peralatan atau barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang pembebanannya pada tahun berjalan melalui penyusutan.
- Rencana kerja dan anggaran adalah suatu perencanaan kegiatan dan pengeluaran anggaran tahunan oleh kontraktor untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja.
- Kontrak bagi hasil adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
- Kontrak jasa adalah suatu bentuk kontrak kerja sama untuk pelaksanaan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.
- Participating Interest adalah hak dan kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu wilayah kerja.
- Uplift adalah imbalan yang diterima oleh kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain, yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dalam pembiayaan.
- Domestic Market Obligation yang selanjutnya disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
- Imbalan DMO adalah imbalan yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada kontraktor atas penyerahan minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
- Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 2
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk kontrak bagi hasil dan kontrak jasa di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
Pasal 3
(1) | Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko operasi dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan berdasarkan kontrak kerja sama pada suatu wilayah kerja. |
(2) | Pelaksanaan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan prinsip efektif dan efisien, prinsip kewajaran, serta kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik. |
Pasal 4
(1) | Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam rangka operasi perminyakan rnenjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana. |
(2) | Atas barang dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pengembalian biaya operasi tidak dapat dilakukan penilaian kembali. |
Pasal 5
(1) | Dalam melaksanakan operasi perminyakan, kontraktor wajib menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran. |
(2) | Rencana
kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana. |
(4) | Persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar bagi kontraktor untuk melaksanakan operasi perminyakan. |
Pasal 6
Terhadap pengeluaran proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, sebelum dilaksanakan wajib mendapatkan persetujuan atorisasi pembelanjaan finansial dari Kepala Badan Pelaksana.
Pasal 7
(1) | Kontraktor mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan Pelaksana, setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial. |
(2) | Produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) statusnya ditetapkan melalui Persetujuan Menteri atas rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan. |
(3) | Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan menjadi risiko dan beban kontraktor sepenuhnya. |
Pasal 8
(1) | Menteri menetapkan besaran minimum bagian negara dari suatu wilayah kerja yang dikaitkan dengan lifting dalam persetujuan rencana pengembangan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). |
(2) | Penetapan besaran minimum bagian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. |
BAB II
PENGHASILAN BRUTO
DAN PENGURANG PENGHASILAN KONTRAKTOR
Bagian Kesatu
Penghasilan Bruto Kontraktor
Pasal 9
PENGHASILAN BRUTO
DAN PENGURANG PENGHASILAN KONTRAKTOR
Bagian Kesatu
Penghasilan Bruto Kontraktor
Pasal 9
(1) | Penghasilan
bruto kontraktor terdiri atas:
|
(2) | Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau karena hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi ditambah Imbalan DMO ditambah varian harga atas lifling. |
(3) | Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan imbalan yang diterima dari Pemerintah ditambah nilai realisasi penjualan atas minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi. |
(4) | Penghasilan
lain di luar kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri atas:
|
Pasal 10
(1) | Untuk menjamin adanya penerimaan negara, Menteri menetapkan besaran dan pembagian FTP. |
(2) | Untuk mendorong pengembangan wilayah kerja, Menteri dapat menetapkan bentuk dan besaran insentif investasi. |
Bagian Kedua
Biaya Operasi
Pasal 11
Biaya Operasi
Pasal 11
(1) | Biaya
operasi terdiri atas:
|
||||||||||
(2) | Biaya
eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
||||||||||
(3) | Biaya
eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
||||||||||
(4) | Biaya
umum dan administrasi untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf d terdiri
atas:
|
||||||||||
(5) | Biaya
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
|
Pasal 12
(1) | Biaya
operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak
penghasilan harus memenuhi persyaratan:
|
||||||||||||
(2) | Biaya
yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi
perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib memenuhi
syarat:
|
||||||||||||
(3) | Batasan maksimum biaya yang berkaitan dengan remunerasi tenaga kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri. |
Pasal 13
Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan meliputi:
a. | biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating interest, dan pemegang saham; |
b. | pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama Badan Pelaksana dan kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia; |
c. | harta yang dihibahkan; |
d. | sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan; |
e. | biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara; |
f. | insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang saham; |
g. | biaya tenaga kerja asing yang tidak memenuhi prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja tenaga asing (IKTA); |
h. | biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam rangka kontrak kerja sama; |
i. | biaya konsultan pajak; |
j. | biaya pemasaran minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor, kecuali biaya pemasaran gas bumi yang telah disetujui Kepala Badan Pelaksana; |
k. | biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominatif penerima manfaat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat; |
l. | biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada masa eksploitasi; |
m. | biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing; |
n. | biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan participating interest; |
o. | biaya bunga atas pinjaman; |
p. | pajak penghasilan karyawan yang ditanggung kontraktor maupun dibayarkan sebagai tunjangan pajak dan pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga yang ditanggung kontraktor atau di-gross up; |
q. | pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah keteknikan yang baik, atau yang melampaui nilai persetujuan otorisasi pengeluaran di atas 10% (sepuluh persen) dari nilai otorisasi pengeluaran; |
r. | surplus material yang berlebihan akibat kesalahan perencanaan dan pembelian; |
s. | nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor; |
t. | transaksi
yang:
|
u. | bonus yang dibayarkan kepada Pemerintah; |
v. | biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak; |
w. | insentif interest recovery; dan |
x. | biaya audit komersial. |
Pasal 14
Dalam hal terdapat penghasilan tambahan yang diperoleh dalarn rangka pelaksanaan operasi perminyakan dalam bentuk hasil penjualan produk sampingan atau bentuk lainnya diperlakukan sebagai pengurang biaya operasi.
Pasal 15
(1) | Barang yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan sebagai biaya operasi pada saat barang digunakan. |
(2) | Pembebanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan barang yang diperoleh pertama. |
Pasal 16
(1) | Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. |
(2) | Penyusutan dimulai pada bulan harta tersebut digunakan (placed into service). |
(3) | Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(4) | Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai sisa buku harta berwujud tetap disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaatnya. |
Pasal 17
(1) | Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang yang dibebankan untuk 1 (satu) tahun pajak, dihitung berdasarkan estimasi biaya penutupan dan pemulihan tambang berdasarkan masa manfaat ekonomis. |
(2) | Cadangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan dalam rekening bersama antara Badan Pelaksana dan kontraktor di bank umum Pemerintah Indonesia di Indonesia. |
(3) | Dalam hal total realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar dari jumlah yang dicadangkan, selisihnya menjadi pengurang atau penambah biaya operasi yang dapat dikembalikan dari masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana. |
(4) | Ketentuan mengenai tata cara penggunaan dana cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang diatur dengan Peraturan Menteri. |
Pasal 18
(1) | Kontraktor dapat merhbebankan iuran pesangon bagi pegawai tetap yang dibayarkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja yang ditetapkan Menteri Keuangan. |
(2) | Tata cara pengelolaan iuran pesangon dan besarnya pesangon diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
Pasal 19
(1) | Seluruh biaya kerja, pembebanannya ditangguhkan sampai dengan adanya lapangan yang berproduksi secara komersial di wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalamPasal 7 ayat (1). |
(2) | Untuk pengamanan penerimaan negara, selain penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengambil kebijakan terkait pengembangan lapangan. |
Pasal 20
(1) | Biaya
operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang dapat dikembalikan
dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas:
|
(2) | Jumlah maksimum biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kontrak jasa ditentukan sebesar imbalan yang diberikan olehPemerintah. |
(3) | Biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum dapat diperhitungkan dalam 1 (satu) tahun kalender dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya. |
(4) | Biaya langsung minyak bumi dibebankan pada produksi minyak bumi dan biaya langsung gas bumi dibebankan pada produksi gas bumi. |
(5) | Dalam hal terdapat biaya bersama minyak dan gas bumi, biaya bersama dialokasikan sesuai proporsi nilai relatif hasil produksi. |
(6) | Dalam hal suatu lapangan atau wilayah kerja telah menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas bumi, sementara jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan, biaya bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dialokasikan secara adil berdasarkan kesepakatan antara Badan Pelaksana dan kontraktor. |
(7) | Pengembalian biaya operasi untuk minyak bumi dilakukan hanya terhadap lifting minyak bumi, sedangkan pengembalian biaya operasi untuk gas bumi dilakukan hanya terhadap nilai penjualan gas bumi. |
(8) | Dalam
hal pengembalian biaya operasi minyak bumi atau gas bumi tidak
mencukupi dari hasil produksinya atau nilai penjualannya, ditentukan:
|
BAB III
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENGHASILAN
Pasal 21
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENGHASILAN
Pasal 21
Penghasilan kontraktor untuk kontrak bagi hasil diakui pada titik penyerahan.
Pasal 22
(1) | Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk penjualan minyak bumi dinilai dengan menggunakan harga minyak mentah Indonesia. |
(2) | Metodologi dan formula dari harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bersama oleh Menteri dan Menteri Keuangan. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara penetapan metodologi dan formula harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. |
Pasal 23
(1) | Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk kontrak penjualan gas bumi dihitung berdasarkan harga yang disepakati dalam kontrak penjualan gas bumi. |
(2) | Dalam hal penjualan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah gas bumi diperoleh melalui proses lebih lanjut yang disetujui Menteri, penghasilan yang diakui dihitung berdasarkan hasil penjualan yang diterima dikurangi komponen biaya penjualan. |
BAB IV
PENGHITUNGAN BAGI HASIL
Pasal 24
PENGHITUNGAN BAGI HASIL
Pasal 24
(1) | Dalam hal tidak terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. |
(2) | Dalam hal terdapat FTP tetapi tidak terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan. |
(3) | Dalam hal terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan. |
(4) | Dalam hal tidak terdapat FTP tetapi terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yangdapat dikembalikan. |
(5) | Insentif
investasi dan biaya operasi yang dapat dikembalikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikonversi menjadi:
|
(6) | Bagian kontraktor untuk kontrak kerja sama, dihitung berdasarkan persentase bagian kontraktor sebelum pajak penghasilan yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split. |
(7) | Bagian Pemerintah untuk kontrak kerja sama dihitung berdasarkan persentase bagian Pemerintah yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split yang didalamnya belum termasuk pajak penghasilan yang terutang oleh kontraktor. |
(8) | Kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi minyak bumi dan/atau gas bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. |
(9) | Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri. |
BAB V
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Pasal 25
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Pasal 25
(1) | Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya. |
(2) | Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak. |
(3) | Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. |
(4) | Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan Pemerintah ini, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak penghasilan pada saat kontrakditandatangani. |
(5) | Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Dalam hal kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak. |
(8) | Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara, |
(9) | Ketentuan mengenai penerbitan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(10) | Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi perminyakan pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi. |
(11) | Ketentuan mengenai tata cara pembebasan bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, |
Pasal 26
(1) | Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi seluruh biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan. |
(2) | Ketentuan mengenai jumlah maksimum pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang diberikan oleh Pemerintah kepada kontraktor diatur dengan Peraturan Menteri. |
(3) | Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak. |
(4) | Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pajak penghasilan. |
(5) | Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VI
PENGHASILAN DI LUAR KONTRAK KERJA SAMA
Pasal 27
PENGHASILAN DI LUAR KONTRAK KERJA SAMA
Pasal 27
(1) | Atas penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. |
(2) | Atas
penghasilan kontraktor dari pengalihan participating interest
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
|
(3) | Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan kewajiban pengalihan participating interest sesuai kontrak kerja sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama. |
(4) | Ketentuan mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
Pasal 28
Dalam rangka membagi risiko dalam masa eksplorasi, pengalihan participating interest tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b apabila memenuhi kriteria:
- tidak mengalihkan seluruh participating interest yang dimilikinya;
- participating interest telah dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun;
- di wilayah kerja telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi); dan
- pengalihan participating interest tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
BAB VII
PEMBUKUAN KONTRAKTOR
PEMBUKUAN KONTRAKTOR
Pasal 29
(1) | Pembukuan atau pencatatan hams diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. |
(2) | Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(3) | Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan, dan sesuai prinsip kontrak bagi hasil. |
(4) | Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. |
(5) | Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disediakan di Indonesia selama biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum dikembalikan. |
Pasal 30
(1) | Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana, |
(2) | Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut. |
BAB VIII
KEWAJIBAN KONTRAKTOR DAN/ATAU OPERATOR
Pasal 31
KEWAJIBAN KONTRAKTOR DAN/ATAU OPERATOR
Pasal 31
(1) | Setiap
kontraktor pada suatu wilayah kerja wajib:
|
(2) | Dalam hal terjadi pengalihan participating interest atau pengalihan saham, kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam hal pengalihan participating interest, hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru. |
(4) | Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 32
(1) | Setiap
operator pada suatu wilayah kerja wajib:
|
(2) | Dalam hal terjadi pergantian operator, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada operator yang baru. |
Pasal 33
(1) | Minyak bumi dan/atau gas bumi bagian pemerintah dari kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dihitung berdasarkan volume minyak bumi dan/atau gas bumi. |
(2) | Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak penghasilan kontraktor dari kontrak bagi hasil, dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor. |
(3) | Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara penyerahan bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(4) | Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat. (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
BAB IX
KEWAJIBAN BADAN PELAKSANA
Pasal 34
KEWAJIBAN BADAN PELAKSANA
Pasal 34
(1) | Badan Pelaksana wajib menerbitkan standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya yang digunakan pada kegiatan operasi perminyakan bersamaan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini. |
(2) | Badan Pelaksana wajib menyampaikan laporan pembukuan mengenai pelaksanaan pengembalian biaya operasi kepada Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi secara periodik setiap tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. |
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
(1) | Kontraktor harus melakukan transaksinya di Indonesia dan menyelesaikan pembayarannya melalui sistem perbankan di Indonesia. |
(2) | Transaksi dan penyelesaian pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar Indonesia setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
Pasal 36
(1) | Menteri Keuangan dalam keadaan tertentu dapat rnenunjuk pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah berkoordinasi dengan Menteri. |
(2) | Penunjukan
pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan
jasa. |
Pasal 37
Dalam hal terjadi perubahan bentuk hukum dan/atau perubahan status domisili dan/atau pengalihan participating interest atau kepemilikan saham dan/atau hal lain dari kontraktor yang mengakibatkan perubahan perhitungan pajak penghasilan, besaran bagian penerimaan negara harus tetap.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. | Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan. |
b. | Hal-hal
yang belum diatur atau belum cukup diatur secara tegas dalam
kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk ketentuan
mengenai:
|
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas bumi yang dibuat atau diperpanjang setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib mematuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 139
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
I. | UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara termasuk minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya alam strategis yang tak dapat diperbaharui. Mengingat minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pengelolaan minyak dan gas bumi sampai saat ini dilakukan melalui sistem kontrak bagi hasil yang juga dianut oleh kebanyakan negara produsen minyak. Peraturan Pemerintah ini lebih menjamin penerimaan negara yang berasal dari penghasilan kontrak bagi hasil atau penghasilan lainnya menjadi lebih optimal, antara lain melalui:
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari kontrak-kontrak yang sudah ada, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 mengamanatkan Pemerintah untuk menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai Pengembalian Biaya Operasi yang telah dikeluarkan kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama. Untuk itu, ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini juga berlaku terhadap kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan beberapa ketentuan peralihan. |
II. | PASAL
DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Ayat (1)
Dalam hal kontrak
kerja sama di
bidang usaha hulu minyak dan gas bumi, Pemerintah menyediakan sumber
daya alamnya sedangkan kontraktor wajib membawa modal dan teknologi.
Konsekuensinya bahwa kontraktor tidak diperkenankan membebankan biaya
bunga maupun biaya royalti dan sejenisnya ke dalam biaya operasi yang
dapat dikembalikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4 Ayat (1)
Pada dasarnya
seluruh pengeluaran
atas barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor merupakan milik
negara, sehingga pengeluaran tersebut merupakan biaya operasi yang
dapat dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor
berdasarkan
harga perolehan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
kaidah
praktek bisnis yang baik meliputi kaidah praktek bisnis yang umum
berlaku dan wajar sesuai dengan etika bisnis, sedangkan kaidah
keteknikan yang baik meliputi:
Ayat (2)
Huruf a
Pengeluaran rutin
antara lain pembayaran gaji, biaya pemeliharaan, dan biaya pasca
operasi pertambangan.
Huruf b
Pengeluaran proyek
antara lain pembangunan fasilitas produksi dan kegiatan survei seismik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 6 Otorisasi
pembelanjaan finansial adalah authorization for expenditure (AFE) .
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan
varian harga
atas lifting adalah selisih harga yang terjadi karena perbedaan harga
minyak mentah Indonesia bulanan dengan harga minyak mentah Indonesia
rata-rata tertimbang.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 10 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Pengembangan wilayah
kerja dalam ketentuan ini meliputi ekstensifikasi dan intensifikasi.
Pasal 11 Biaya yang dapat
dikurangkan dari
penghasilan adalah sama dengan biaya yang akan dikembalikan oleh
Pemerintah kepada kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama, demikian
pula sebaliknya. Prinsip ini biasa dikenal dengan nama uniformity
principle.
Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan bagi hasil dan penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e
Yang termasuk biaya
penyusutan antara lain berupa:
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Termasuk dalam biaya
pemindahan gas dari titik produksi ke titik penyerahan adalah biaya
untuk pemasaran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf a
Biaya untuk
mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan disebut biaya sehari-hari yang boleh
dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai
biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan baik langsung
maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan kegiatan
operasi perminyakan di lapangan yang berproduksi secara komersial di
wilayah kerja yang bersangkutan di Indonesia.
Dengan demikian, pengeluaran untuk mendapatkan, rnenagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan dan/atau untuk penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, tidak boleh dibebankan sebagai biaya yang dapat dikembalikan. Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud
dengan "biaya
langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek" adalah biaya yang
terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di Indonesia
dengan syarat:
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Ayat (3)
Peraturan Menteri
Keuangan paling sedikit mengatur mengenai waktu pemberlakuan remunerasi.
Pasal 13 Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Harta yang
dihibahkan tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena harta tersebut
merupakan milik negara.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Cukup jelas.
Huruf i Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k Cukup jelas.
Huruf l Cukup jelas.
Huruf m Cukup jelas.
Huruf n
Biaya yang terkait
dengan merger dan akuisisi antara lain:
Huruf o
Yang dimaksud dengan
"bunga atas pinjaman" adalah bunga atas pinjaman untuk membiayai
operasi perminyakan.
Huruf p Cukup jelas.
Huruf q Cukup jelas.
Huruf r Yang dimaksud dengan
"kesalahan perencanaan" adalah perbuatan
kontraktor dalam menyusun rencana yang dapat dikategorikan sebagai
kelalaian berat atau perbuatan salah yang disengaja.
Pengertian kelalaian berat atau perbuatan salah yang disengaja adalah setiap tindakan yang disengaja atau kecerobohan yang dilakukan oleh manajemen atau pejabat senior dari kontraktor yang:
Huruf s
Yang dimaksud dengan
"kelalaian kontraktor" adalah kelalaian berat
(gross negligance) atau perbuatan salah yang disengaja (willful
misconduct).
Sebagian biaya konstruksi fasilitas produksi /peralatan yang tidak dapat dibebankan menjadi biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam hal:
Huruf t Angka 1
Yang dimaksud dengan
"transaksi yang merugikan negara" adalah transaksi
yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sehingga menimbulkan kerugian bagi negara seperti
pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan dan lain-lain.
Angka 2 Yang dimaksud dengan
tidak melalui proses tender dalam ketentuan ini
adalah seluruh pengadaan barang dan jasa wajib melalui proses tender
sesuai kebutuhan yang berlaku, namun untuk pengadaan barang dan jasa
untuk keperluan darurat dapat tidak melalui proses tender.
Angka 3 Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w Cukup jelas.
Huruf x
Dalam hal adanya
kepentingan nasional yang mendesak, antara lain
kelangsungan produksi, percepatan peningkatan produksi minyak dan/atau
gas bumi yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara,
dapat dilakukan pengecualian terhadap ketentuan ini.
Pasal 14 Yang dimaksud dengan
penghasilan tambahan yang berasal dari hasil
penjualan produk sampingan antara lain penjualan belerang dan penjualan
kapasitas lebih dari tenaga listrik.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat ( 1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
"placed into service" adalah saat dimulainya suatu
harta berwujud digunakan dan telah memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Badan Pelaksana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 17 Yang dimaksud dengan
"tahun pajak" adalah tahun kalender.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
"kebijakan" adalah antara lain dalam rangka
pengembalian biaya yang didasarkan atas keekonomian lapangan atau
beberapa lapangan dalam usulan satu rencana pengembangan lapangan (POD
basis) atau pengembangan lapangan yang didasarkan atas keekonomian
dalam satu lapangan (field basis) atau pengembangan lapangan yang
didasarkan atas keekonomian satu sumur atau beberapa sumur dengan tidak
membangun fasilitas produksi sendiri (put on production).
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
"biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada
tahun-tahun sebelumnya" adalah bagian dari saldo biaya operasi yang
belum dapat dikembalikan pada awal tahun, sehingga dapat dikembalikan
pada tahun berjalan sesuai dengan pola bagi hasil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 21 Yang dimaksud dengan
"titik penyerahan" adalah titik terjadinya
pengalihan hak kepemilikan (transfer of title) minyak bumi dan/atau gas
bumi dari Pemerintah kepada kontraktor.
Pasal 22 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan
"harga minyak mentah Indonesia" adalah harga minyak mentah yang
ditetapkan oleh Menteri secara periodik.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 23 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan
"komponen biaya penjualan" adalah biaya yang
berkaitan dengan kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan
penjualannya antara lain biaya pinjaman pembangunan kilang, biaya
operasi kilang, transportasi, dan biaya pemasaran.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan
"tarif pajak" sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini
adalah pemberlakuan tarif pajak sesuai besaran tarif pajak yang dipilih
oleh kantraktor yaitu tarif pajak yang berlaku pada saat kontrak kerja
sama ditandatangani atau tarif pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku dan dapat berubah
setiap saat.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan
"surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan
minyak bumi dan gas bumi" adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak setelah dilakukan pemeriksaan.
Ayat (8) Yang dimaksud dengan
"surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan
minyak bumi dan gas bumi sementara" adalah surat ketetapan pajak yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan
yang kegunaannya antara lain untuk kepentingan internal manajemen
kantor pusat.
Ayat (9) Cukup jelas.
Ayat (10) Cukup jelas.
Ayat (11) Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Participating
interest dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Jika interest pada
suatu wilayah kerja dimiliki oleh kontraktor A,
kontraktor B, dan kontraktor C kemudian interest kontraktor A dialihkan
kepada kontraktor D, maka kewajiban perpajakan atas interest tersebut
menjadi kewajiban kontraktor D sejak pengalihan interest tersebut
berlaku efektif.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32 Ayat (1)
Huruf a
Jika kontraktor A
telah menandatangani kontrak kerja sama minyak dan
gas bumi dengan Pemerintah pada wilayah kerja X, maka kontraktor A yang
juga bertindak selaku operator wajib mendaftarkan wilayah kerja
tersebut untuk memperoleh NPWP yang berbeda dengan NPWP kontraktor itu
sendiri.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jika kontraktor B
menjadi operator menggantikan kontraktor A, maka
kewajiban beralih kepada kontraktor B sejak pengalihan operator
tersebut berlaku efektif.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran
biaya" adalah suatu ukuran baik kualitatif dan/atau kuantitatif yang
merupakan suatu rentang nilai yang mewakili kondisi keteknikan dan
kewajaran unsur biaya barang dan jasa yang digunakan sebagai pembanding
dalam proses persetujuan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi
pembelanjaan finansial.
Pembebanan biaya
operasi didasarkan pada realisasi biaya yang
dikeluarkan berdasarkan proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar atau norma, jenis,
kategori, dan besaran biaya tersebut akan dievaluasi sesuai dengan
keperluan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"keadaan tertentu" adalah musibah karena alam yang
menimbulkan potensi kerugian negara berupa penurunan penerimaan
dan/atau kerugian pada aset negara pada kegiatan eksplorasi dan/atau
eksploitasi minyak bumi dan/atau gas bumi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 37 Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menjaga besaran penerimaan negara
(jumlah pajak dan penerimaan negara bukan pajak) tidak mengalami
perubahan sesuai dengan besaran penerimaan negara sebagaimana
tercantum dalam kontrak kerja sama.
Pasal 38 huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Cukup jelas.
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5173