Peraturan Pemerintah Nomor 75 TAHUN 1991

NOMOR 75 TAHUN 1991
TENTANG
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH PEDAGANG ECERAN BESAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan Negara dan pelaksanaan pembangunan nasional dan dalam rangka pemerataan pembebanan pajak dalam jalur produksi dan/atau distribusi, dipandang perlu untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak sampai dengan Pedagang Eceran Besar;
- bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena Pajak sampai dengan Pedagang Eceran Besar dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan lembaran negara Nomor 3264);
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 3287) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan pemerintah Nomor 65 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3454);
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena pajak yang Dilakukan oleh Pedagang Besar dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Disamping jasa yang Dilakukan oleh Pemborong (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3385);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH PEDAGANG ECERAN BESAR.
Pasal 1
(1) |
Yang dimaksud dengan Pedagang Eceran Besar dalam Peraturan Pemerintah ini adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya di bidang perdagangan yang peredaran brutonya baik untuk Barang Kena Pajak maupun bukan Barang Kena Pajak dalam tahun 1991 berjumlah Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) atau lebih. |
(2) | Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah jumlah penjualan/penyerahan bruto atas Barang Kena Pajak dan bukan Barang Kena Pajak baik kepada pembeli maupun pemberian cuma - cuma atau pemakaian sendiri yang dihitung : |
|
|
(3) |
Batas peredaran bruto dalam satu tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan memperhatikan perkembangan dunia usaha dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
Pasal 2
(1) |
Pedagang Eceran Besar ditetapkan menjadi Pengusaha Kena Pajak yang atas penyerahannya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(2) |
Bagi pengusaha yang seluruh peredaran brutonya dalam tahun 1991 belum mencapai Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) atau bagi pengusaha yang memulai usahanya sesudah tahun 1991 ditetapkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sejak seluruh peredaran brutonya mencapai Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam satu tahun pajak/bagian tahun pajak. |
(3) |
Pedagang Eceran Besar yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang dalam tahun tertentu nyata-nyata peredaran brutonya tidak mencapai Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam satu tahun pajak, maka dalam tahun berikutnya Pedagang Eceran Besar dimaksud dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk pencabutan pengukuhannya sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
Pasal 3
Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan terhadap Pedagang Eceran Besar adalah atas penyerahan Barang Kena Pajak.
Pasal 4
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha sebagai Pedagang Eceran Besar dapat dikreditkan berdasarkan Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kecuali Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1992.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pada tanggal 31 Desember 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
Pada tanggal 31 Desember 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
M O E R D I O N OLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1991 NOMOR 97
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 75 TAHUN 1991
TENTANG
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH PEDAGANG ECERAN BESAR.
UMUM
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada tanggal 1 April 1985, cakupan pengenaan PPN terhadap Pengusaha Kena Pajak adalah sampai dengan tingkat Pabrikan dan Penyalur Utama. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988, cakupan pengenaan PPN ini diperluas sampai dengan tingkat Penyalur dan Pedagang Besar/Grosir. Sesuai dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya dan perdagangan pada khususnya, serta untuk meningkatkan penerimaan pajak dan pemerataan Beban Pajak, dipandang perlu untuk memperluas cakupan pengenaan PPN sampai dengan tingkat Pedagang Eceran Besar.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini memberikan pengertian tentang batasan Pedagang
Eceran Besar yang penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, yakni
hanya Pedagang Eceran yang peredaran brutonya dalam Tahun 1991
berjumlah Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) atau lebih.
- meliputi penjualan/penyerahan Barang Kena Pajak dan bukan Barang Kena Pajak baik kepada pembeli maupun pemakaian sendiri atau pemberian cuma - cuma;
- merupakan peredaran bruto gabungan atau jumlah keseluruhan dari nilai peredaran bruto sebagai satu kesatuan usaha, yaitu penggabungan peredaran dari seluruh tempat usaha;
- merupakan jumlah peredaran bruto dari franchisor dan para franchisee yang berada didalam daerah pabean Indonesia.
Ayat (3)
Menteri Keuangan dapat menurunkan batas jumlah peredaran bruto dalam
satu tahun pajak dari Pedagang Eceran lainnya untuk dikategorikan
sebagai Pedagang Eceran Besar berdasarkan perkembangan dunia usaha pada
umumnya dan perdagangan eceran pada khususnya.
Pasal 2
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini cakupan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Barang Kena Pajak sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat
(2) huruf a Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diperluas sampai dengan
Pedagang Eceran Besar, yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini
belum termasuk dalam ruang lingkup pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan Peraturan Pemerintah ini Pedagang Eceran Besar ditetapkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberikan pengertian bahwa selama peredaran bruto
Pedagang Eceran Besar belum mencapai Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah), maka pengusaha yang bersangkutan belum dinyatakan sebagai
Pedagang Eceran Besar yang atas penyerahannya terutang PPN. Apabila
pada suatu saat sesudah tahun 1991, jumlah peredaran brutonya dalam
suatu tahun pajak atau dalam suatu bagian tahun pajak mencapai Rp.
1.000.000.000,-(satu milyar rupiah), maka pengusaha tersebut dinyatakan
sebagai Pedagang Eceran Besar dan dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
Ayat (3)
Ketentuan ini menjelaskan bahwa bagi Pengusaha yang semula ditetapkan
sebagai Pedagang Eceran Besar dan dikukuhkan menjadi PKP, ternyata
kemudian dalam suatu tahun peredaran brutonya menurun menjadi kurang
dari Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam satu tahun pajak,
maka berdasarkan ketentuan ini, Pengusaha ini dapat mengajukan
permohonan agar pengukuhannya menjadi PKP dicabut. Selama pengukuhannya
menjadi PKP belum dicabut kewajiban mengenakan PPN atas penyerahannya
tetap harus dilaksanakan.
Pasal 3
Ketentuan ini menegaskan bahwa sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran Besar terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam hal Pedagang Eceran Besar selain menyerahkan Barang Kena Pajak juga menyerahkan bukan Barang Kena Pajak, PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak saja. Apabila pada suatu tempat usaha Pedagang Eceran Besar terdapat beberapa kegiatan perdagangan eceran yang bukan merupakan bagian dari miliknya, Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan terhadap penjualan/penyerahan Barang Kena Pajak dari Pedagang Eceran Besar dimaksud. Apabila Pedagang Eceran Besar mengikat kontrak franchise/ kontrak lain sejenisnya dengan Pedagang Eceran lainnya, maka Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penjualan/penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh franchisor dan franchisee dalam kegiatannya masing-masing secara terpisah.
Pasal 4
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan tentang Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dengan perluasan sampai dengan tingkat Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 maka sesuai dengan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan penyerahan Barang Kena Pajak dalam kegiatan usaha sebagai Pedagang Eceran Besar, dapat dikreditkan oleh Pedagang Eceran Besar terhadap Pajak Keluarannya.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan sejak tanggal 1 April 1992.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3463