Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.04/2010

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 217/PMK.04/2010
TENTANG
KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 217/PMK.04/2010
TENTANG
KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan untuk menjamin kepastian hukum kepada para pemangku kepentingan yang terkait dengan bidang keberatan kepabeanan, perlu dilakukan penyesuaian kembali terhadap ketentuan mengenai keberatan di bidang kepabeanan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 93 ayat (6), Pasal 93A ayat (8), dan Pasal 94 ayat (6), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Keberatan Di Bidang Kepabeanan;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
- Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
- Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
- Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
BAB II
PENGAJUAN KEBERATAN
Pasal 2
PENGAJUAN KEBERATAN
Pasal 2
(1) | Orang
dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur
Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
mengenai:
|
(2) | Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar. |
(3) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak wajib diserahkan dalam hal barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean. |
(4) | Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan terhadap 1 (satu) surat keberatan untuk setiap penetapan dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali pengajuan. |
Pasal 3
(1) | Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean, dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(2) | Pengajuan
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan:
|
(3) | Fotokopi
bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
tidak wajib dilampirkan dalam hal:
|
(4) | Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan. |
(5) | Data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat berupa data dan/atau bukti sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
Pasal 4
(1) | Barang
impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a, harus
memenuhi ketentuan:
|
(2) | Terhadap barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penyegelan. |
(3) | Dalam
hal pengajuan keberatan dengan tidak wajib menyerahkan jaminan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), importir harus membuat
surat pernyataan yang berisi:
|
(4) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
Pasal 5
(1) | Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan. |
(2) | Apabila keberatan tidak diajukan sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan, hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima. |
(3) | Dalam hal pada hari ke-60 (enam puluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan bukan hari kerja, pengajuan keberatan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
BAB III
PENYELESAIAN KEBERATAN
Pasal 6
PENYELESAIAN KEBERATAN
Pasal 6
(1) | Direktur Jenderal memutuskan keberatan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan. |
(2) | Dalam hal keberatan yang diajukan tidak memenuhi ketentuan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dan/atau ketentuan jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Direktur Jenderal menolak keberatan. |
(3) | Direktur Jenderal dapat menerima penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan dari Orang yang mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan dan atas keberatan tersebut belum diputuskan oleh Direktur Jenderal. |
(4) | Direktur Jenderal dapat meminta penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan yang diperlukan kepada Orang yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait, dengan menggunakan surat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(5) | Penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (4), harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengiriman surat permintaan. |
(6) | Penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan yang disampaikan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. |
(7) | Atas penerimaan penjelasan, data dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) diberikan tanda terima dan/atau dibuatkan catatan. |
(8) | Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa mengabulkan atau menolak. |
(9) | Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal. |
Pasal 7
(1) | Apabila Direktur Jenderal tidak memutuskan keberatan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), keberatan dianggap dikabulkan. |
(2) | Dalam hal pengajuan keberatan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan keputusan yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9). |
Pasal 8
Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8), dapat dijadikan:
- bahan penyusunan database nilai pabean, dalam hal keputusan atas keberatan nilai pabean; dan/atau
- bahan pertimbangan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam penetapan lainnya, dalam hal keputusan atas keberatan selain nilai pabean.
Pasal 9
(1) | Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9), dikirimkan kepada yang bersangkutan paling lama pada hari kerja berikutnya. |
(2) | Pengiriman
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dinyatakan dengan:
|
Pasal 10
(1) | Orang yang mengajukan keberatan dapat mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, apabila Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) belum diterima dalam jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan. |
(2) | Atas pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menyampaikan jawaban secara tertulis tentang penyelesaian keberatan yang bersangkutan. |
Pasal 11
(1) | Terhadap
keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8)
dan Pasal 7 ayat (2) yang menetapkan jumlah bea masuk, cukai, dan/atau
pajak dalam rangka impor sama dengan yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (9), digunakan sebagai dasar untuk:
|
(2) | Terhadap
keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (8) yang menetapkan jumlah bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam
rangka impor lebih rendah dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan
pabean, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (9), digunakan sebagai dasar untuk:
|
(3) | Terhadap
keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (8) yang menetapkan jumlah bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam
rangka impor lebih tinggi dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan
pabean, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (9), digunakan sebagai dasar untuk:
|
(4) | Terhadap
keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (8) terhadap penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) digunakan sebagai dasar untuk:
|
(5) | Terhadap
keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (8) terhadap penetapan sanksi administrasi berupa denda, Keputusan
Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) digunakan
sebagai dasar untuk:
|
(6) | Pengembalian
atas kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a,
dapat berupa:
|
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 12
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:
- Terhadap keberatan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, proses penyelesaian terhadap keberatan, dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.04/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.04/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan di bidang kepabeanan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 14
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Desember 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
pada tanggal 3 Desember 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 591