Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2008
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA | ||||||
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK | ||||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL | ||||||
NOMOR PER-31/PJ/2008 | ||||||
TENTANG | ||||||
PEDOMAN PENUNJUKKAN SUPERVISOR DAN KETUA TIM PEMERIKSA PAJAK |
||||||
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, | ||||||
Menimbang | : | a. | Bahwa dalam rangka menciptakan keseragaman dalam penunjukan Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak sebagai Supervisor dan Ketua Tim, dipandang perlu untuk menetapkan pedoman pelaksanaannya; | |||
b. | Bahwa penerbitan pedoman pelaksanaan tersebut perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim Pemeriksa Pajak; | |||||
Mengingat | : | 1. | Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); | |||
2. | Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; | |||||
3. | Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil; | |||||
4. | Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002; | |||||
5. | Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003; | |||||
6. | Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; | |||||
7. | Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; | |||||
8. | Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 31/KEP/M.PAN/3/2003 tanggal 7 Maret 2003 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak dan Angka Kreditnya; | |||||
9. | Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 148/KMK.01/2004 dan Nomor 14 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak dan Angka Kreditnya; | |||||
10. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan; | |||||
11. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008; | |||||
12. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak; | |||||
MEMUTUSKAN: | ||||||
Menetapkan | : | PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN PENUNJUKAN SUPERVISOR DAN KETUA TIM PEMERIKSA PAJAK. | ||||
Pasal 1 | ||||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan: | ||||||
1. | Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. | |||||
2. | Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. | |||||
3. | Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan, termasuk pemeriksaan bukti permulaan. | |||||
4. | Pemeriksa Pajak tingkat terampil adalah Pemeriksa Pajak yang mempunyai kualifikasi teknis, yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis dan prosedur kerja di bidang pemeriksaan pajak. | |||||
5. | Pemeriksa Pajak tingkat ahli adalah Pemeriksa Pajak yang mempunyai kualifikasi professional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan, metodologi, dan teknik analisis di bidang pemeriksaan pajak. | |||||
6. | Jabatan Fungsional adalah jabatan karir yang hanya dapat diduduki oleh pegawai negeri sipil. | |||||
7. | Supervisor adalah Pemeriksa Pajak yang bertugas melakukan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan pemeriksaan serta memberikan bimbingan kepada Pemeriksa Pajak yang berada dalam suatu kelompok pemeriksa pajak. | |||||
8. | Ketua Tim adalah Pemeriksa Pajak yang bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pemeriksaan serta sekaligus melaksanakan pemeriksaan bersama-sama dengan anggota tim yang berada dalam suatu tim pemeriksa pajak. | |||||
9. | Anggota Tim adalah Pemeriksa Pajak yang bertugas melaksanakan pemeriksaan pajak dalam suatu Tim Pemeriksa. | |||||
Pasal 2 | ||||||
(1) | Pejabat fungsional pemeriksa pajak dapat ditunjuk sebagai Supervisor apabila memenuhi persyaratan: | |||||
a. | Pangkat, golongan, jenjang jabatan pemeriksa, dan pendidikan sebagai berikut: | |||||
1) | Supervisor pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Intelijen dan Penyidikan, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Tingkat I, golongan III/d dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Muda; | |||||
2) | Supervisor pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah DirektoratJenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya memliki pangkat/golongan paling kurang Penata Tingkat I, golongan III/d dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Muda; | |||||
3) | Supervisor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama: | |||||
a) | Memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Muda Tingkat I, golongan III/b dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Pertama; atau | |||||
b) | Memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata golongan III/c dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Penyelia dan berijazah paling rendah Diploma III. | |||||
4) | Supervisor pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Golongan III/c dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Muda. | |||||
b. | Telah diangkat sebagai pejabat fungsional pemeriksa pajak paling kurang 1 (satu) tahun; dan | |||||
c. | Setiap unsur penilaian dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), paling kurang bernilai baik dalam satu tahun terakhir. | |||||
(2) | Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan, Kepala Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi, Kepala Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, serta Kepala Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan dapat ditunjuk sebagai Supervisor pada Kantor Pelayanan Pajak yang belum menerapkan sistem administrasi perpajakan modern. | |||||
Pasal 3 | ||||||
(1) | Pejabat fungsional pemeriksa pajak dapat ditunjuk sebagai Ketua Tim apabila memenuhi persyaratan: | |||||
a. | Pangkat, golongan, jenjang jabatan pemeriksa, dan pendidikan sebagai berikut: | |||||
1) | Ketua tim pada Direkorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Intelijen dan Penyidikan, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata, golongan III/c dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Muda; | |||||
2) | Ketua tim pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Muda Tingkat I, golongan III/b dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Pertama; | |||||
3) | Ketua tim pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama: | |||||
a) | memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Muda, golongan III/a dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Pertama; atau | |||||
b) | memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Muda Tingkat I, golongan III/b dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Pelaksana Lanjutan dan berijazah paling rendah Diploma III. | |||||
4) | Ketua tim pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak memiliki pangkat/golongan paling kurang Penata Muda Tingkat I, golongan III/b dengan jenjang jabatan Pemeriksa Pajak Pertama. | |||||
b. | Setiap unsur penilaian dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), paling kurang bernilai baik dalam satu tahun terakhir. | |||||
(2) | Koordinator Pelaksana pada Seksi Pajak Penghasilan Badan, Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi, Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, serta Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan dapat ditunjuk sebagai ketua tim pada Kantor Pelayanan Pajak yang belum menerapkan sistem administrasi perpajakan modern. | |||||
Pasal 4 | ||||||
(1) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan berwenang menunjuk Supervisor atau Ketua Tim. | |||||
(2) | Dalam hal pejabat fungsional pemeriksa pajak telah memenuhi persyaratan sebagai Supervisor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), namun berdasarkan pertimbangan tertentu, antara lain komposisi dan kinerja pejabat fungsional pemeriksa pajak, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan berwenang menunjuk pejabat fungsional tersebut sebagai Ketua Tim atau Anggota Tim. | |||||
(3) | Penunjukkan Supervisor dengan pangkat, golongan, dan jenjang jabatan pemeriksa yang lebih rendah daripada persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan setelah mendapat persetujuan dari Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak. | |||||
(4) | Berdasarkan pertimbangan tertentu, antara lain kemampuan teknis dan pengalaman sebagai Pemeriksa Pajak, Supervisor dapat membawahi Pemeriksa Pajak yang mempunyai pangkat lebih tinggi. | |||||
Pasal 5 | ||||||
(1) | Dalam hal pejabat fungsional pemeriksa pajak telah memenuhi persyaratan sebagai Ketua Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), namun berdasarkan pertimbangan tertentu, antara lain komposisi dan kinerja pejabat fungsional pemeriksa pajak, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan berwenang menunjuk pejabat fungsional tersebut sebagai Anggota Tim. | |||||
(2) | Penunjukan Ketua Tim dengan pangkat, golonga, dan jenjang jabatan pemeriksa yang lebih rendah daripada persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. | |||||
(3) | Berdasarkan pertimbangan tertentu, antara lain kemampuan teknis dan pengalaman sebagai Pemeriksa Pajak, Ketua Tim dapat membawahi Pemeriksa Pajak yang mempunyai pangkat lebih tinggi. | |||||
Pasal 6 | ||||||
(1) | Jumlah tim pemeriksa dalam suatu kelompok pemeriksa pajak disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap Unit Pelaksana Pemeriksaan namun tidak lebih dari 5 (lima) tim pemeriksa pajak untuk setiap kelompok pemeriksa pajak. | |||||
(2) | Susunan Pemeriksa Pajak dalam suatu tim pemeriksa pajak terdiri dari 1 (satu) orang Supervisor, 1 (satu) orang Ketua Tim dan paling kurang 1 (satu) orang Anggota Tim. | |||||
(3) | Untuk kepentingan penugasan, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat membentuk tim pemeriksa pajak dengan menunjuk Ketua Tim dan/atau Anggota Tim yang berasal lebih dari 1 (satu) kelompok pemeriksa pajak. | |||||
Pasal 7 | ||||||
(1) | Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Intelijen dan Penyidikan atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dilakukan dengan Nota Dinas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Direktur Intelijen dan Penyidikan, atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak u.p Kepala Bagian Kepegawaian dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 serta menggunakan formulir sebagaimana terdapat dalam lampiran. | |||||
(2) | Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak, dilakukan dengan Nota Dinas Kepala Kantor yang ditembuskan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak u.p Kepala Bagian Kepegawaian dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 serta menggunakan formulir sebagaimana terdapat dalam lampiran. | |||||
(3) | Masa berlaku penunjukan Supervisor dan Ketua Tim adalah: | |||||
a. | Sepanjang Pemeriksa Pajak tersebut ditempatkan dan aktif bertugas pada Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana yang tercantum dalam surat keputusan mutasi terakhir atas nama yang bersangkutan; atau | |||||
b. | Adanya perubahan lain yang ditetapkan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan yang berwenang. | |||||
Pasal 8 | ||||||
Dalam hal Pemeriksa Pajak yang telah ditunjuk sebagai Supervisor atau Ketua Tim tidak lagi bertugas sebagai Pemeriksa Pajak karena dibebaskan sementara atau sebab lainnya, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan berwenang menunjuk Supervisor atau Ketua Tim baru dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7. | ||||||
Pasal 9 | ||||||
Dalam hal pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, persyaratan dan penunjukan pegawai selain pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk menjadi Supervisor atau Ketua Tim diserahkan kepada masing-masing Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dengan memperhatikan kriteria pemeriksaan untuk tujuan lain. | ||||||
Pasal 10 | ||||||
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-40/PJ./2005 tanggal 8 Februari 2005 tidak berlaku lagi. | ||||||
Pasal 11 | ||||||
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. | ||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. | ||||||
Ditetapkan di Jakarta |
||||||