Keputusan Presiden Nomor 97 TAHUN 1993

NOMOR 97 TAHUN 1993
TENTANG
TATA CARA PENANAMAN MODAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk lebih memperlancar pelaksanaan penanaman modal, dipandang perlu untuk mengadakan perubahan terhadap Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1992 Tentang Tata Cara Penanaman Modal;
Mengingat :
- Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
- Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO Staatsblad Tahun 1923 Nomor 226 yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2118) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2381);
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3334) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990 (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3407);
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
- Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);
- Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah;
- Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1982;
- Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
- Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri;
- Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1991 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal;
- Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1992 tentang Pemanfaatan Tanah, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan untuk Usaha Patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing;
MEMUTUSKAN :
Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penanaman Modal.
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENANAMAN MODAL.
BAB I
TATA CARA PENANAMAN MODAL
Bagian Pertama
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Pasal 1
(1) |
Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970, mempelajari lebih dahulu Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanaman Modal dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD). |
|||||||
(2) |
Setelah mengadakan penelitian
yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, dan ketentuan-ketentuan
lain yang bersangkutan calon penanam modal mengajukan permohonan
penanaman modal kepada MENINVES/Ketua BKPM dengan mempergunakan Tata
Cara Permohonan yang ditetapkan oleh MENINVES/Ketua BKPM. |
|||||||
(3) |
Apabila permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta persyaratan Penanaman Modal Dalam Negeri yang berlaku, MENINVES/Ketua BKPM mengeluarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal yang berlaku juga sebagai Persetujuan Prinsip. |
|||||||
(4) |
Untuk memperlancar proses
penanaman modal, MENINVES/Ketua BKPM menyampaikan rekaman Surat
Persetujuan Penanaman Modal kepada instansi Pemerintah yang terkait. |
|||||||
(5)
|
Apabila Penanam Modal telah memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dan setelah dipenuhi Persyaratan yang ditetapkan maka : | |||||||
|
||||||||
(6) |
Kewajiban untuk memiliki izin
UUG/HO tidak berlaku bagi Perusahaan Industri yang jenis industrinya
wajib memiliki ANDAL atau yang berlokasi di dalam Kawasan
Industri/Kawasan Berikat. |
|||||||
(7) |
Setelah memperoleh Surat
Persetujuan Penanaman Modal dari MENINVES/Ketua BKPM, Penanam Modal
dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kepada BKPM Daftar Induk
barang-barang modal serta bahan baku dan bahan penolong yang akan
diimpor. |
|||||||
(8) |
Berdasarkmean penilaian terhadap
Daftar Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), MENINVES/Ketua BKPM
ngeluarkan Ketetapan mengenai fasilitas/keringanan bea masuk dan
pungutan impor lainnya. |
|||||||
(9) |
Permohonan untuk perubahan atas
rencana penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan
MENINVES/Ketua BKPM, termasuk perubahan untuk perluasan proyek,
disampaikan oleh penanam modal kepada MENINVES/Ketua BKPM untuk
mendapatkan persetujuannya dengan menggunakan tata cara yang ditetapkan
oleh MENINVES/Ketua BKPM. |
Bagian Kedua
Penanaman Modal Asing (PMA)
Pasal 2
(1) |
Calon penanam modal yang akan
mengadakan usaha dalam rangka Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970
mempelajari lebih dahulu Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi
Penanaman Modal Asing yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1), dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat
menghubungi BKPM atau BKPMD. |
|||||||
(2) |
Setelah mengadakan penelitian
yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, dan ketentuan-ketentuan
lain yang bersangkutan calon penanam modal mengajukan permohonan
penanaman modal kepada MENINVES/Ketua BKPM dengan mempergunakan Tata
Cara Permohonan yang ditetapkan oleh MENINVES/Ketua BKPM. |
|||||||
(3) |
Berdasarkan penilaian terhadap
permohonan penanaman modal MENINVES/Ketua BKPM menyampaikan permohonan
tersebut kepada Presiden dengan disertai pertimbangan guna memperoleh
Keputusan. |
|||||||
(4) |
Persetujuan/Penolakan Presiden
mengenai suatu permohonan penanam modal disampaikan kepada
MENINVES/Ketua BKPM. |
|||||||
(5) |
Apabila permohonan mendapatkan
persetujuan Presiden, MENINVES/Ketua BKPM menyampaikan pemberitahuan
tentang Keputusan Presiden tersebut dalam ayat (4) kepada calon penanam
modal, yang berlaku juga sebagai Persetujuan Prinsip. |
|||||||
(6) |
Untuk memperlancar proses
penanaman modal, MENINVES/Ketua BKPM menyampaikan rekaman Surat
Pemberitahuan Persetujuan Presiden kepada Instansi Pemerintah terkait. |
|||||||
(7)
|
Apabila Penanam Modal telah memperoleh Keputusan Presiden berupa persetujuan Penanaman Nodal dan setelah dipenuhi persyaratan yang ditetapkan maka : | |||||||
|
||||||||
(8) |
Kewajiban untuk memiliki Izin
UUG/HO tidak berlaku bagi Perusahaan Industri yang jenis industrinya
wajib memiliki ANDAL atau berlokasi didalam Kawasan Industri/Kawasan
Berikat. |
|||||||
(9) |
Setelah memperoleh Surat
Persetujuan Penanaman Modal dari MENINVES/Ketua BKPM, Pananam Modal
dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kepada BKPM Daftar Induk
barang-barang modal serta bahan baku dan bahan penolong yang akan
diimpor. |
|||||||
(10) |
Berdasarkan penilaian terhadap
Daftar Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) MENINVES/Ketua BKPM
mengeluarkan Ketetapan mengenai fasilitas/keringan bea masuk dan
pungutan impor lainnya. |
|||||||
(11) |
Permohonan untuk perubahan atas
rencana penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan Presiden,
termasuk perubahan untuk perluasan proyek disampaikan oleh penanam
modal kepada MENINVES/Ketua BKPM untuk mendapatkan persetujuannya
dengan mempergunakan tata cara yang ditetapkan oleh MENINVES/Ketua BKPM. |
Bagian Ketiga
Penanaman Modal Bidang Pertambangan
Di Luar Minyak dan Gas Bumi
Dan Bidang Kehutanan
Pasal 3
(1) |
Permohonan penanaman modal dalam negeri di bidang pertambangan di luar minyak dan gas bumi disampaikan kepada MENINVES/Ketua BKPM : |
|
|
(2) |
Permohonan penanaman modal asing di bidang pertambangan bahan galian di luar minyak dan gas bumi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku disampaikan kepada MENINVES/Ketua BKPM atas dasar Kontrak Karya antara calon penanam modal dengan Pemerintah c.q. Departemen Pertambangan Dan Energi. |
(3) |
Permohonan penanaman modal di bidang pertambangan di luar minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), termasuk permohonan perubahan penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan Pemerintah, diatur dan diselesaikan menurut ketentuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Presiden ini. |
Pasal 4
(1) |
Permohonan penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kehutanan disampaikan kepada MENINVES/Ketua BKPM atas dasar Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. |
(2) |
Permohonan penanaman modal di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk permohonan perubahan penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan pemerintah, diatur dan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Presiden ini. |
Bagian Keempat
Kewajiban Penanam Modal
Pasal 5
(1) |
Setiap Penanam Modal sebagaimana dimaksud Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan ini wajib melaksanakan penanaman modalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disetujui. |
(2) |
Setiap perubahan pelaksanaan terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari MENINVES/Ketua BKPM. |
(3) |
Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penanam modal harus mengajukan permohonan kepada MENINVES/Ketua BKPM seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (2). |
(4) |
Semua Penanam Modal diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala mengenai pelaksanaan penanaman modalnya kepada BKPM, baik dalam tahap pembangunan proyek maupun dalam tahap kegiatan berusaha khususnya dalam rangka pemanfaatan Fasilitas dengan bentuk dan tata cara laporan yang ditetapkan oleh MENINVES/Ketua BKPM. |
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengendalian
Pelaksanaan
Pasal 6
(1) |
Pembinaan dan Pengendalian pelaksanaan penanaman modal dalam rangka PMA/PMDN dilakukan oleh BKPM bersama dengan departemen teknis terkait dan BKPMD. |
(2) |
Pengendalian pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup pengawasan berkala maupun sewaktu-waktu terhadap perkembangan pelaksanaan penanaman modal dalam rangka PMA/PMDN dan pemenuhan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah. |
(3) |
BKPM berkewajiban untuk secara aktif menghimpun masalah-masalah yang dihadapi oleh para penanam modal dalam rangka PMA/PMDN dan membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut. |
(4) |
Hasil pembinaan dan pengendalian pelaksanaan Penanaman Modal disampaikan oleh MENINVES/Ketua BKPM kepada Presiden. |
BAB II
KETENTUAN SANKSI
Pasal 7
Dalam hal pelaksanaan penanaman modal tidak sesuai dengan persetujuan dan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dan/atau penanam modal tidak memenuhi kewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka kepada penanam modal dikenakan sanksi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dicabutnya Izin usaha dan/atau fasilitas/keringan fiskal yang telah diberikan.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
(1) |
Permohonan Izin Lokasi yang sedang berlangsung sebelum berlakunya Keputusan Presiden ini tetap diberikan oleh Gubernur. |
(2) |
Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sudah harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja sejak berlakunya Keputusan Presiden ini. |
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini akan ditetapkan oleh Menteri yang terkait baik secara bersama maupun sendiri-sendiri setelah berkonsultasi dengan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan serta Menteri Koordinator Bidang Industri dan Perdagangan.
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Oktober 1993
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E H A R T O